Dalam dunia perpajakan, bukti potong PPh bukan sekadar formalitas. Dokumen ini menjadi dasar penting untuk pelaporan pajak dan dapat berdampak langsung pada kepatuhan serta kelangsungan usaha. Sayangnya, masih banyak wajib pajak, baik perorangan maupun badan usaha yang lalai dalam mengelolanya. Padahal, kesalahan atau kelalaian dalam bukti potong bisa berujung pada sanksi administrasi hingga denda yang merugikan.
Lalu, bagaimana cara pengelolaan bukti potong PPh dengan benar dan efisien agar terhindar dari masalah tersebut? Yuk, simak tips dan langkah-langkah efektifnya!
Cara Pengelolaan Bukti Potong PPh yang Efektif
Untuk memastikan kepatuhan pajak tetap terjaga, bukti potong PPh perlu dikelola secara rapi dan tepat waktu. Pengelolaan yang efektif tidak hanya menghindarkan dari sanksi, tapi juga membuat proses administrasi pajak jadi lebih efisien. Neh, berikut cara pengelolaan bukti potong PPh yang bisa Anda terapkan!
1. Memahami Jenis Bukti Potong PPh
Sebelum mengelola, penting untuk mengenali jenis bukti potong PPh yang ada. Setiap jenis memiliki karakteristik dan peruntukannya masing-masing, seperti:
- PPh Pasal 21/26
Biasanya diterima oleh karyawan atau individu yang mendapat penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan tertentu.
- PPh Pasal 23/26
Dikenakan atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, atau jasa tertentu lainnya.
- PPh Pasal 4 ayat (2) (PPh Final)
Berlaku untuk penghasilan yang dikenakan pajak final, seperti sewa tanah dan bangunan, bunga deposito, hadiah undian, hingga pengalihan hak atas tanah/bangunan.
Baca juga: Masih Bingung PPh dan PPN? Ini Perbedaan Keduanya yang Perlu Anda Tahu
2. Mencatat dan Mengklasifikasikan Bukti Potong
Agar bukti potong terkelola efektif, Anda perlu membuat sistem pencatatan yang rapi dan mudah diakses. Gunakan media digital seperti spreadsheet atau software akuntansi untuk mempermudah prosesnya. Pastikan setiap bukti potong dicatat dengan detail berikut:
- Nomor bukti potong.
- Tanggal terbit.
- Nama dan NPWP pemotong.
- Jenis penghasilan.
- Jumlah bruto penghasilan.
- Jumlah nominal PPh yang dipotong.
3. Menyimpan Bukti Potong dengan Baik
Gunakan aplikasi e-Bupot resmi seperti Klikpajak, OnlinePajak, atau Pajak.io yang sudah sesuai standar DJP dan membuat cadangan file di berbagai tempat, seperti hard drive eksternal, cloud storage, atau server khusus.
Baca juga: Apa Fungsi Tutup Buku Akhir Tahun Perusahaan? Ini Jawabannya!
4. Rekonsiliasi Rutin
Rekonsiliasi adalah proses mencocokkan data bukti potong yang Anda miliki dengan data yang tercatat pada sistem perpajakan atau laporan keuangan. Idealnya, proses ini dilakukan secara berkala, minimal setiap bulan atau kuartal. hHl yang perlu Anda lakukan saat rekonsiliasi, antara lain:
- Cocokkan dengan laporan keuangan
Pastikan jumlah PPh yang tertera di bukti potong sesuai dengan catatan pendapatan atau pengeluaran di pembukuan usaha Anda.
- Periksa keakuratan data
Teliti kembali informasi seperti nama, NPWP, serta jumlah PPh yang dipotong. Pastikan semuanya sesuai dengan data identitas dan transaksi sebenarnya.
- Tindak lanjuti bukti potong yang belum diterima
Jika ada transaksi yang seharusnya sudah dipotong PPh tetapi Anda belum menerima buktinya, segera hubungi pihak pemotong untuk meminta dokumen tersebut.
5. Memanfaatkan Teknologi Perpajakan
Banyak software akuntansi atau aplikasi perpajakan yang kini menyediakan fitur pengelolaan bukti potong PPh. Fitur ini memungkinkan Anda mencatat, menyimpan, dan bahkan mengunggah bukti potong secara digital, mengurangi ketergantungan pada dokumen fisik.
Nah, itu dia beberapa cara efektif yang bisa Anda terapkan untuk mengelola bukti potong PPh dengan lebih rapi dan aman. Meski terlihat sepele, pengelolaan dokumen pajak seperti ini memiliki pengaruh besar dalam menjaga kelancaran usaha dan menghindarkan dari risiko sanksi yang bisa membuat repot di kemudian hari.
Jadi, pastikan Anda mulai lebih tertib dalam mencatat, menyimpan, hingga merekonsiliasi bukti potong PPh ya. Intinya, semakin teratur Anda mengelola, semakin tenang pula dalam menghadapi kewajiban pajak!