Jangan Salah, Ini Panduan Lengkap Menyusun Laporan Tax Withholding

Laporan Tax Withholding

Pajak sering jadi hal yang dihindari bagi banyak pelaku usaha, apalagi jika sudah bicara soal laporan-laporan yang wajib disusun dan dilaporkan secara berkala. Salah satunya adalah tax withholding atau pemotongan pajak, yang harus dilakukan saat Anda membayar pihak lain atas jasa atau penghasilan tertentu. Tapi, jangan panik dulu! Menyusun laporan tax withholding sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan, asal tahu alurnya.

Nah, kami akan bagikan panduan lengkap mulai dari pengertian tax withholding, siapa saja yang wajib membuat laporannya, hingga langkah-langkah praktis menyusunnya tanpa ribet. Yuk, simak sampai habis supaya Anda tidak salah langkah dan bisa tetap patuh pajak dengan tenang!

Apa Itu Witholding Tax?

Withholding tax adalah sistem pemotongan pajak yang dilakukan langsung oleh pihak ketiga sebelum penghasilan sampai ke tangan wajib pajak. Dalam hal ini, pihak pemberi penghasilan, seperti perusahaan atau instansi pemerintah berperan sebagai pemotong pajak, lalu menyetorkan hasil potongannya langsung ke kas negara.

Jenis pajak yang termasuk dalam mekanisme ini diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), seperti PPh Pasal 21, 23, dan 26. Sistem ini dirancang agar pelaporan pajak jadi lebih efisien dan tertib, karena tanggung jawab pemungutan berpindah ke pihak pemotong. Dengan begitu, penerimaan negara dari sektor pajak bisa lebih terjaga dan terkontrol. 

Langkah-Langkah Menyusun Laporan Withholding Tax

Sebelum laporan siap disetor ke kantor pajak, ada beberapa tahapan penting yang perlu Anda lakukan. Nah, berikut ini langkah-langkah menyusun laporan tax withholding yang bisa Anda ikuti agar prosesnya lebih tertata dan tidak membuat pusing!

1. Persiapkan Dokumen

Beberapa dokumen utama yang perlu Anda kumpulkan antara lain bukti potong seperti Formulir 1721, 1721-A1, atau 1721-V untuk PPh Pasal 21, serta faktur pajak elektronik jika transaksi terkait dikenakan PPN. Sertakan juga dokumen pendukung lainnya yang relevan, karena keseluruhan dokumen ini menjadi dasar dalam proses verifikasi dan pelaporan.

2. Kumpulkan Data Transaksi

Kumpulkan seluruh data transaksi yang mengandung kewajiban pemotongan pajak. Kelompokkan data tersebut berdasarkan jenis pajak, seperti PPh Pasal 21, 23, atau 26. Gunakan format tabel sederhana yang mencantumkan tanggal, nama penerima penghasilan, jenis transaksi, dasar pengenaan pajak, tarif yang berlaku, dan jumlah pajak yang dipotong. 

3. Identifikasi Jenis Withholding Tax

Identifikasi jenis withholding tax yang dikenakan pada setiap transaksi, seperti PPh Pasal 21 untuk penghasilan karyawan, PPh Pasal 22 terkait kegiatan ekspor-impor dan penjualan barang tertentu, serta PPh Pasal 23 dan 26 yang dikenakan atas jasa dan penghasilan lainnya, termasuk untuk wajib pajak luar negeri. 

4. Hitung Jumlah Pajak yang Dipotong

Hitung besarnya pajak terutang dengan mengacu pada tarif yang berlaku. Sebagai contoh, tarif PPh Pasal 23 berkisar antara 2% hingga 15% tergantung jenis penghasilan, sedangkan PPh Pasal 26 dikenakan tarif tetap sebesar 20%. Rumus yang digunakan adalah:

Jumlah Pajak = Dasar Pengenaan × Tarif Pajak

5. Isi Formulir 

Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atau 26, unggah data transaksi ke aplikasi e-Bupot untuk menghasilkan bukti potong elektronik. Sementara itu, pemotong PPh Pasal 21 wajib melaporkannya melalui SPT Masa PPh 21 di sistem e-Filing DJP Online

6. Lakukan Verifikasi Internal

Sebelum pelaporan resmi dilaksanakan, coba lakukan pengecekan silang antara dokumen pendukung dan data yang telah diinput. Anda bisa menggunakan trial balance atau general ledger sebagai alat bantu untuk memastikan tidak ada transaksi yang terlewat. 

7. Pelaporan dan Pelunasan Pajak

Setelah seluruh data terverifikasi, laporkan withholding tax sesuai tenggat waktu yang ditentukan. Untuk SPT Masa PPh 21 dan 23, pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan, PPh Pasal 26 mengikuti pedoman yang ditetapkan DJP. Setelah pelaporan, segera lakukan pembayaran melalui bank persepsi yang bekerja sama dengan DJP atau gunakan sistem e-Billing.

8. Arsip dan Dokumentasi

Langkah terakhir yaitu simpan seluruh dokumen pelaporan secara rapi, baik dalam bentuk digital maupun cetak. Pastikan Anda mengarsipkan bukti potong elektronik, file e-Bupot, serta Bukti Penerimaan Elektronik (BPE). Dokumentasi yang baik akan memudahkan proses audit, baik internal maupun eksternal.

Intinya, jangan anggap remeh laporan withholding tax. Meski terlihat teknis dan cukup rumit di awal, sebenarnya prosesnya bisa dilalui dengan lancar. Mulai dari menyiapkan dokumen, mengelompokkan transaksi, menghitung pajak, hingga melakukan pelaporan dan penyimpanan dokumen, semuanya penting untuk memastikan kepatuhan pajak bisnis tetap terjaga.

Nah, dengan mengikuti panduan lengkap ini, Anda tidak perlu bingung lagi saat waktunya menyusun laporan pemotongan pajak. Lebih tertib, lebih siap, dan tentunya lebih tenang saat berhadapan dengan kewajiban perpajakan.

Tapi jika Anda tidak memiliki cukup waktu untuk mengurusnya sendiri, serahkan saja ke ahlinya!
JT Consulting siap membantu Anda menyusun dan melaporkan pajak usaha secara profesional, tepat waktu, dan sesuai regulasi. Mulai dari konsultasi, pengecekan dokumen, hingga pelaporan ke DJP, semuanya bisa tim kami tangani dengan mudah. Jadi, Anda bisa fokus menjalankan bisnis, tanpa perlu khawatir soal pajak.

Yuk, hubungi kami sekarang dan konsultasikan kebutuhan pajak Anda! Pajak beres, usaha tenang

Scroll to Top